Setelah wabah Covid-19 mulai merebak beberapa minggu lalu di Idlib, Suriah, pemerintahan penyelamat Suriah (SG) mulai melakukan serangkaian penelitian untuk menanganinya.

Wabah Covid-19 memang terlambat masuk ke Idlib karena wilayahnya yang terisolasi konflik.

Perdana Menteri SG Ali Keda melakukan inspeksi ke laboratorium milik pemerintahan SG untuk melihat langsung kesiapan ilmuwan setempat menghasilkan obat atau vaksin Covid-19.

Suriah memamng sejak lama dikenal dengan kemajuan industri farmasinya. Bahkan sejak dahulu kala, rumah sakit Islam pertama dibangun di Suriah era Umawiyah.

Walau telah membuka jalur lintas batas ke wilayah pemerintahan Bashar Al Assad, pemerintahan SG masih memiliki kelemahan dibanding pemerintahan SIG dan NES.

Hal itu karena SG lahir di wilayah yang dikuasai HTS yang disebut eks Alqaeda dan masih diasosiasikan dengan organisasi tersebut khususnya Al Nusra.

Walau begitu kabinet SG adalah tokoh-tokoh oposisi yang berdomisili di Idlib dan sebagian di antaranya adalah mantan pengurus di SIG.

Saat SG mulai dibentuk oleh Dewan Konferensi Umum Suriah yang menjadi parlemennya, semua aparatur SIG pindah ke Azaz yang baru dibebaskan dari SDF.

Kini ibukota de facto SIG adalah Azaz termasuk mabes angkatan bersenjatanya bernama SNA.

Terhadap SIG, pemerintahan Bashar Al Assad tidak melakukan hubungan apapun termasuk hubungan ekonomi dan pembukaan perbatasan berbeda dengan NES dan SG.

Sehingga demikian, arus impor dari Turki harus masuk melalui wilayah yang dikuasai SG atau wilayah yang dikuasai SIG lalu mengalir ke wilayah SG dan masuk ke wilayah Bashar Al Assad.

Riset lokal oleh SG sangat berguna mengingat walaupun sudah banyak ditemukan obat atau vaksin anti Covid-19, kemungkinan akan memakan waktu lama untuk sampai atau tersedia di wilayah SG.

Lihat: