Jamaah dan pengunjung yang melewati Shaikpet, Hyderabad, beberapa tahun lalu pasti terkejut melihat kondisi salah satu masjid tua di kawasan itu. Masjid yang dulu bergema dengan suara azan kini hanya tersisa reruntuhan dan dinding yang retak. Pemandangan itu menggugah hati Mohammad Mirza, seorang penulis perjalanan dan eksekutif media sosial asal Hyderabad, untuk memulai misi menyelamatkan masjid-masjid terlantar di India.
Mirza, yang saat ini berbasis di Timur Tengah, membuat akun Instagram bernama “Mosques of India” untuk mengarsipkan masjid-masjid yang terbengkalai dengan arsitektur menakjubkan. Ia ingin masyarakat luas, termasuk lembaga resmi seperti Archaeological Survey of India (ASI) dan Muslim Waqf Boards, mengenali nilai sejarah masjid-masjid ini dan menempatkannya di bawah perlindungan negara.
Sejak pandemi, Mirza mulai menulis dan mengunggah foto-foto masjid tua. Ia menekankan bahwa tujuan utamanya bukan sekadar menampilkan gambar, melainkan mengedukasi masyarakat mengenai kondisi bangunan yang kian memprihatinkan. Setiap masjid yang dipamerkan memiliki sejarah dan budaya unik yang kini nyaris terlupakan.
Beberapa masjid yang ditampilkan di halaman Instagram-nya termasuk Palaiya Jumma Palli di Tamil Nadu, salah satu masjid tertua India yang dibangun sekitar 628–630 M. Masjid ini menampilkan arsitektur Dravidian-Islamic yang khas, memadukan unsur lokal dan tradisi Islam awal.
Selain itu, ada juga Masjid Akbari di Kalanaur, Punjab, yang diyakini sebagai tempat penobatan Kaisar Akbar. Mirza menekankan bahwa setiap masjid memiliki sejarah “tidak diketahui” yang penting, namun saat ini berada dalam kondisi rusak. Kubah dan menara banyak yang hancur, sementara dinding-dindingnya dipenuhi tumbuhan liar dan lumut.
Mirza mendokumentasikan warisan ini melalui “seri pendek”, yang menyoroti satu masjid dalam satu waktu. Pendekatan ini membantu orang fokus pada warisan spesifik dan memahami nilai historis setiap bangunan.
Dalam seri pertamanya, ia menulis tentang delapan masjid terlantar di Haryana, termasuk di desa Gondar, Fatehabad, Kahni, Turkiawas, Meham, Dujana, Urlana Kalan, dan Jalmana. Banyak di antaranya kini dijadikan tempat tinggal atau kandang sapi karena tidak ada lagi komunitas Muslim untuk beribadah di sana pasca-Partition.
Mirza menyayangkan kondisi ini. Haryana, katanya, memiliki begitu banyak monumen bersejarah, tetapi dibiarkan rusak oleh alam dan pengabaian manusia. Masjid yang terlantar menjadi simbol pluralisme India yang terlupakan.
Ia menekankan pentingnya konservasi arsitektur, bukan hanya untuk estetika tetapi juga untuk menjaga identitas sejarah dan budaya. Masjid ini, menurutnya, harus diakui secara resmi agar bisa dilestarikan.
Mirza percaya bahwa generasi mendatang harus memiliki kesempatan melihat warisan sejarah nenek moyang mereka. Dengan merestorasi masjid, mereka dapat belajar, memahami, dan menghargai budaya Islam yang membentuk bagian penting sejarah India.
Ia berharap komunitas Muslim dapat berperan aktif dalam menghidupkan kembali masjid-masjid ini, sehingga ibadah dapat kembali digelar di tempat-tempat yang dulu menjadi pusat spiritual.
Usaha Mirza sejalan dengan program “Adopt a Heritage” 2018, yang digagas Kementerian Pariwisata, Kementerian Kebudayaan, dan ASI. Program ini awalnya menghadapi kontroversi karena prioritasnya pada lokasi dengan arus wisata tinggi, tanpa memperhatikan kebutuhan konservasi monumen budaya yang sesungguhnya.
Bagi Mirza, masjid bukan sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga tempat ibadah yang memiliki nilai religius. Perlindungan properti wakaf dan pengakuan resmi menjadi kunci untuk menjaga kedua aspek ini.
Dalam pengamatan Mirza, sebagian masjid masih memiliki kaligrafi Arab dan prasasti yang utuh, tetapi banyak yang rusak parah. Tanpa perhatian, generasi mendatang mungkin tidak akan pernah melihat karya arsitektur yang luar biasa ini.
Mirza ingin masyarakat India lebih sadar terhadap kondisi masjid dan monumen lain yang terlantar. Ia menganggap pelestarian adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, komunitas lokal, dan masyarakat sipil.
Melalui media sosial, ia menginspirasi generasi muda untuk peduli sejarah. Foto dan tulisan yang diunggah membuat orang menyadari bahwa sejarah tidak hanya ada di buku, tetapi juga di bangunan yang nyata dan rapuh.
Sementara banyak masjid ditinggalkan karena migrasi dan perubahan demografis, karya Mirza menunjukkan bahwa upaya dokumentasi dan kesadaran publik dapat membuat perbedaan.
Ia selalu menyebut dirinya sebagai “armchair historian”, tetapi pengaruhnya nyata. Banyak orang kini mulai memperhatikan warisan yang dulu terlupakan, bahkan beberapa mengikuti program restorasi dan pelestarian monumen.
Jamaah, peziarah, dan pecinta sejarah kini bisa melihat kembali pentingnya masjid-masjid ini, bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol kekayaan budaya India yang plural dan beragam.
Pekerjaan Mohammad Mirza adalah pengingat bahwa meski masjid-masjid terlantar, harapan masih ada. Melalui dokumentasi, edukasi, dan advokasi, masa depan warisan ini dapat diselamatkan dan kembali menjadi bagian hidup masyarakat India.

0 Komentar